Barisan Para Raja. Морган Райс
Чтение книги онлайн.
Читать онлайн книгу Barisan Para Raja - Морган Райс страница 5
“Hukum raja sangat ketat. Tak ada perkecualian. Karena sudah tiga kali melanggar hukum, maka mereka akan memotong tanganmu.”
Thor merasa ngeri. Ia menatap ke bawah ke arah tangan Merek; masih lengkap keduanya.
“Mereka memang belum memotong tanganku,” kata Merek. “Tapi mereka pasti akan melakukannya.”
Thor merasa sedih. Merek memalingkan wajahnya, tampaknya ia merasa malu. Thor juga memalingkan muka, tak ingin memikirkan tentang hal itu.
Thor menundukkan kepala di atas tangannya, kepalanya terasa berputar, mencoba menyatukan semua kepingan di dalam pikirannya. Hari-hari belakangan ini berlalu seperti angin puyuh, banyak hal yang terjadi begitu cepat. Di sisi lain, ia merasakan sebuah keberhasilan, sebuah pengungkapan: ia telah berhasil melihat masa depan, telah dapat meramalkan upaya pembunuhan terhadap MacGil, dan telah menyelamatkannya dari hal itu. Mungkin nasib dapat diubah - mungkin takdir bisa dihalau. Thor merasakan sebuah kebanggaan: ia berhasil menyelamatkan nyawa rajanya.
Di sisi lain, saat ini ia sedang ada di sini, di penjara bawah tanah, dan tak mampu membersihkan namanya. Semua harapan dan mimpinya memudar, semua kesempatan untuk bergabung dengan Legiun menjadi sirna. Kini ia akan sangat beruntung dengan tidak menghabiskan seumur hidupnya di sini. Ia merasa sedih saat memikirkan tentang MacGil, yang telah menjadi sosok ayah baginya, satu-satunya ayah yang pernah dimilikinya, mengira Thor akan membunuhnya. Ia sangat sedih memikirkan Reece, sahabatnya, mungkin percaya bahwa ia telah mencoba membunuh ayahnya. Lebih buruk lagi, Gwendolyn. Ia mengingat pertemuan terakhir mereka – saat gadis itu mengira ia sering mengunjungi rumah bordil – dan ia merasa semua hal terindah dalam hidupnya telah dicabut darinya. Ia heran mengapa semua ini terjadi padanya. Lagi pula, ia hanya ingin melakukan sesuatu yang baik.
Thor tak tahu hal apa yang akan menimpanya; ia pun tak peduli. Ia hanya ingin membersihkan namanya, agar orang-orang tahu bahwa ia tak pernah mencoba menyakiti raja; bahwa ia memang memiliki kekuatan alami, dan bahwa ia memang benar-benar dapat melihat masa depan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya, tapi ia tahu satu hal: ia harus keluar dari tempat ini. Apapun caranya.
Sebelum Thor mengakhiri lamunannya, ia mendengar suara langkah kaki, sepatu bot yang berat menapaki lantai batu koridor; terdengar gemerincing kunci, kemudian tampaklah si penjaga penjara, orang yang telah menyeret Thor dan memukul wajahnya. Saat melihatya, Thor baru menyadari rasa sakit di pipinya, dan merasa muak terhadapnya.
“Hei, bukankah itu anak tengik yang mencoba membunuh Raja,” dengus sipir sambil memutar anak kunci. Setelah beberapa putaran, ia memegang pintu dan membukanya. Ia memegang rantai di tangannya, dan sebuah kapak kecil menggantung di pinggangnya.
“Kau akan mendapat hukumanmu,” seringainya kepada Thor, lalu ia memandang Merek, “tapi sekarang adalah giliranmu, pencuri kecil. Tiga kali,” katanya sambil tersenyum jahat. “tanpa kecuali.”
Ia berjalan ke arah Merek, meraihnya dengan kasar, merenggut satu lengan di belakang punggungya, mengikatkan rantai kepadanya dan sisi lain rantai ke sebuah pengait di dinding. Merek menjerit, berusaha melepaskan diri dari belenggu; namun semua itu sia-sia. Sipir itu berjalan medekatinya dan meraihnya, memegang tubuhnya erat-erat, menarik satu lengan yang tidak dirantai, dan menempatkannya di sebuah tatakan batu.
“Ini akan membuatmu kapok mencuri,” seringainya.
Ia mengambil kapak dari ikat pinggangnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya, mulutnya terbuka lebar, dan menampakkan barisan gigi yang tak karuan dalam mulutnya.
“JANGAN!”seru Merek.
Thor terduduk di sana, merasa ngeri, tubuhnya membeku ketika sipir penjara mengangkat senjatanya untuk memotong pergelangan tangan Merek. Thor menyadari bahwa dalam beberapa detik, tangan bocah malang ini akan diambil untuk selamanya, karena ia telah mencuri makanan, demi membantu keluarganya. Ketidakadilan itu telah membuatnya mendidih, Thor tahu ia tak bisa tinggal diam.
Thor merasa sekujur tubuhnya menjadi panas, dan sesuatu telah terbakar dalam dirinya, naik dari telapak kaki hingga ke telapak tangannya. Ia merasa waktu seperti melambat, merasakan dirinya bergerak lebih cepat daripada si penjaga penjara, merasakan berlalunya tiap detik saat kapak si sipir membeku di udara. Thor merasakan suatu bola energi panas dalam telapak tangan dan melemparkannya ke arah si sipir penjara.
Ia memandang dengan takjub ke arah bola kuning yang meuncur dari telapak tangannya ke udara, menyinari sel yang gelap dan meninggalkan jejak cahaya di belakangnya – lalu jatuh tepat di wajah si sipir. Cahaya itu jatuh tepat di kepalanya, membuat kapak terjatuh dari tangannya dan terlempar ke sisi lain sel, membentur dinding dan terjatuh. Thor menyelamatkan Merek, hanya beberapa detik sebelum kapak menyentuh pergelangan tangannya.
Merek memandang Thor dengan mata terbelalak.
Penjaga penjara menggelengkan kepalanya dan bangkit, mencoba mendekati Thor kembali. Namun Thor merasakan kekuatan masih membakar tubuhnya, dan ketika sipir penjara berdiri di hadapannya, Thor berlari ke arahnya, melompat dan menendang tepat di dadanya. Thor merasakan sebuah kekuatan yang tak ia ketahui menjalar ke seluruh tubuhnya dan ia mendengar keributan ketika tendangannya membuat pria itu terlempar ke uadara, membentur dinding dan tersungkur di lantai, tak sadarkan diri.
Merek berdiri di sana, terkejut, dan Thor tahu persis apa yang harus ia lakukan. Ia mengambil kapak, bergegas menuju Merek dan memotong rantai yang membelenggunya. Kepingan besi beterbangan ke udara saat rantai besi itu terputus. Merek mengedipkan matanya, lalu mengangkat kepalanya dan memandang rantai yang berserakan di bawahnya, menyadari bahwa ia telah bebas.
Ia menatap Thor, dengan mulut terbuka lebar.
“Aku tak tahu bagaimana caraku berterima kasih,” kata Merek. “Aku tak tahu bagaimana kau melakukannya, apapun itu, atau siapa kau - atau makhluk apakah kau - tapi kau telah menyelamatkanku. Aku berhutang padamu. Dan aku tak akan pernah melupakannya.”
“Kau tak berhutang apapun padaku,” kata Thor.
“Salah,” kata Merek, meraih dan menepuk lengan Thor. “Kau adalah saudaraku sekarang. Dan aku akan membalas kebaikanmu. Apapun caranya. Suatu saat nanti.”
Sesudah mengatakan itu, Merek membalikkan tubuhnya, berlari menuju pintu sel yang terbuka dan berlari menyusuri koridor, diiringi teriakan para tahanan.
Thor memandang sekeliling, menatap penjaga yang pingsan, dan pintu sel yang terbuka. Ia tahu ia harus segera meninggalkan tempat itu. Kali ini teriakan para tahanan terdengar lebih bergemuruh.
Thor melangkah keluar, menatap ke dua arah di depannya, dan memutuskan mengambil arah yang berlawanan dengan Merek. Lagi pula, mereka tak akan dapat menangkapnya dan Merek secara bersamaan.
BAB TIGA
Thor berlari sepanjang malam, melalui jalanan Istana Raja yang riuh rendah, terheran-heran pada keributan di sekitarnya. Jalan-jalan sangat padat, kerumunan orang-orang bergegas dan bercampur baur dalam gelisah. Banyak obor dibawa, menerangi malam, tatapan sedih tampak di wajah, sementara lonceng kastil berdentang tak henti-hentinya. Itu adalah dentang yang sedih, datang sekali satu menit, dan Thor tahu apa artinya itu: kematian. Lonceng kematian. Dan malam ini lonceng itu hanya akan berdentang untuk satu orang: Sang Raja.
Hati Thor berdebar saat ia bertanya-tanya. Belati dari mimpinya melintas di depan matanya. Apakah hal itu menjadi kenyataan?
Dia