Terpesona Dengan Gadis Natal Nakal. Dawn Brower

Чтение книги онлайн.

Читать онлайн книгу Terpesona Dengan Gadis Natal Nakal - Dawn Brower страница 2

Terpesona Dengan Gadis Natal Nakal - Dawn Brower

Скачать книгу

Jamie sangat berbakat, dan memahat kayu adalah bagian dari keterampilan khususnya. Dia cermat dan selalu mendapat impresi baik dari orang-orang yang mengamati karyanya. Adeline, sayangnya, menurut pemikirannya ia adalah seorang empati. Dia (Adeline) memiliki perasaan yang terlalu berlebihan dan terkadang ketika dia sedang berada di kerumunan massa emosi mereka menjadi miliknya. Itu membuat Adeline tidak percaya dengan perasaannya sendiri.

      “Aku tidak sabar untuk melihat mereka.” Adeline mengatur bibirnya menjadi senyum ramah. “Ayo selesaikan hadiahmu. Aku akan duduk di sini lebih lama.”

      “Saya akan tunjukkan ke kakak saat saya sudah selesai kerjakan,” Jamie berjanji, lalu dia keluar dari kamar.

      Adeline kembali ke jendela. Salju terlihat sudah menipis dan tidak terlalu deras. Langit terlihat lebih cerah, dan bintang-bintang tampak berkedip kepadanya. Dia menghela nafas. Apa maksudnya itu? Dia memutuskan untuk tidak mempertanyakan lagi. Tidak ada alasan untuk terus menunggu bintang jatuh. Itu adalah harapan yang mustahil, dan itu tidak berarti keinginannya akan menjadi kenyataan.

      Alih-alih mengharapkan sesuatu yang mustahil dia menutup matanya dan mengirimkan harapan dan impiannya ke dalam dunia. Dia menginginkan cinta, bahkan jika itu hanya ada untuk satu malam saja, dia berjanji itu sudah cukup.

      Tidaklah terlalu banyak untuk dipertanyakan, setidaknya dia berdoa agar hal itu tidak terjadi. Pria tampan yang melihatnya, dan bukan karena gelar dan kekayaan ayahnya. Seseorang yang akan menciumnya sampai dia kehilangan kemampuan untuk bernafas, menyentuhnya seolah-olah dia tak bisa membendungnya lagi, dan mengucapkan kata-kata manis padanya sampai jantungnya berdetak kencang di dalam dadanya. Momen cinta dan kenangan seumur hidup. Itu sudah cukup. Ya Tuhan, dia berharap begitu…

      Adeline perlahan membuka matanya dan menatap langit. Tidak ada sesuatu yang berubah di luar, dan dia tidak merasakan perbedaan di dalam. Mungkin keinginannya sia-sia, tetapi dia tidak berpikir demikian. Para tamu sepertinya akan mulai berdatangan besok, dan mungkin, jika keinginannya didengar, dia berharap seseorang yang dicintainya akan datang besok.

      Dan mungkin, cintanya akan menjadi kenyataan, dan tidak dihasilkan oleh suatu keinginan dari seorang wanita cantik yang putus asa untuk sesuatu yang nyata.

       CHAPTER SATU

       Dua hari kemudian…

      Devon Hayes, Earl of Winchester* menatap ke luar jendela kereta, dan menghela nafas. Dia (Devon) tidak percaya sahabat terbaiknya, Zachariah Barton, Marquess of Merrifield* telah menyakinkan dia bahwa menghadiri pesta Natal ini adalah ide yang bagus. Dia benci pesta rumah, dan perayaan Natal tidak pernah menjadi acara yang menyenangkan baginya. Satu-satunya hal yang membuat dia menikmati musim liburannya adalah ketika dia cukup beruntung menghabiskan waktu bersama keluarga Zachariah ketika mereka masih bersekolah di Eton.

      “Saya berjanji tidak akan seburuk itu,” kata Merrifield untuk keseratus kalinya dalam beberapa jam terakhir. “Cobalah untuk setidaknya anda berpura-pura menikmati waktu sendiri. Akan ada orang lain di sana yang anda kenal.”

      Devon berpaling padanya dan mengangkat alis. “Dan siapa yang berdoa di sana?”

      “Goodland dan Lindsey pastinya,” Merrifield menjawab. “Mungkin Hampstead. Devon tidak pernah memutuskan apa pun sampai detik terakhir, akan tetapi adik perempuannya seharusnya hadir dalam acara tersebut dan dia akan membutuhkan pendamping. Aku berani bertaruh ibunya akan membuatnya hadir.”

       *Earl of Winchester dan Marquess of Merrifield: Gelar kebangsawanan Inggris

      Jonah Adams, the Viscount of Goodland*; Matthew Grant, the Duke of Lindsey*; dan Daniel Andrews, the Earl of Hampstead* adalah teman dekat mereka, namun itu tetap tidak berarti Devon sangat bersemangat untuk menghadiri acara dua minggu omong kosong ini. Hal ini cukup untuk membuat perutnya mual. “Kamu memberitahuku apa yang menurutmu ingin aku dengar.” Dia memelototi temannya. “Tak ada satu pun dari mereka yang akan hadir kan?”

      “Mereka mungkin,” desak Merrifield.

      Ketiga teman mereka yang lain kemungkinan besar akan kembali ke rumah untuk merayakan pesta bersama keluarga mereka. Mereka masih memiliki orang tua yang menyayangi mereka. Hanya Devon dan Merrifield yang menjadi yatim piatu. Setidaknya Merrifield masih memiliki ibunya, akan tetapi Devon menghindarinya dengan cara apapun. Temannya tidak cocok dengan tatapan dingin yang dipancarkan oleh wanita tua itu kepada mereka.

      Devon sudah terbiasa hidup sendirian sejak dia berusia lima tahun. Dia dibesarkan oleh pengasuhnya dan kemudian dia dikirim ke sekolah ketika dia beranjak dewasa. Setelah itu dia akan berurusan dengan pengacara untuk menentukan wali dan pelayan sebagai perwaklian keluarga. Sementara itu ibu Merrifield menampilkan wajah dingin tanpa mengedipkan bulu mata, Devon tidak punya siapa-siapa bahkan untuk tidak setuju. Kehidupan Devon mandul kecuali teman-temannya, dan Devon menyukainya kehidupan seperti ini.

       * the Viscount of Goodland, the Duke of Lindsey, dan the Earl of Hampstead:

       Gelar kebangsawanan Inggris dan Skotlandia

      Devon tidak memiliki keinginan untuk memperluas lingkaran pergaulannya atau mencari seorang istri. Hanya ada satu tempat dalam hidupnya untuk seorang wanita, di tempat tidurnya yang menyenangkan hatinya dan dia tidak perlu mengikatkan dirinya pada satu tempat selama sepanjang hidupnya.

      “Itulah yang saya pikir.” Devon mengusap rambut coklat gelapnya. “Kamu berbohong kepada saya.”

      “Saya tidak melakukannya,” Merrifield berkata. Merrifield hampir tersinggung karena Devon memanggilnya dengan omong kosong. “Mereka mungkin dan itulah sebenarnya. Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka akan datang nanti, setelah perayaan keluarga mereka.”

      “Jadi,” Devon memulai pembicaraan. “Mereka mungkin akan datang selama satu atau dua hari dan kita akan terjebak di sini selama empat belas. Itu bukan pengaturan yang adil.” Jika Devon tidak menyukai Merrifield, Devon mungkin akan mencoba membunuh Merrifield… atau setidaknya melukai.

      Apa pun caranya dia akan membuat temannya membayar penyiksaan secara paksa yang Devon pernah rasakan sebelumnya.

      “Aku masih berpikir kamu bertingkah seperti anak manja,” Merrifield katakan kepadanya. Frustrasi terukir dari suaranya. “Saya harus datang ke sini kamu tahu itu. Apakah kamu benar-benar akan membiarkan saya menderita sendirian?”

      Devon menghela nafas. Lagi. Dia mungkin terus merasakan perasaan yang menjengkelkan selama beberapa kali hingga beberapa hari ke depan. Merrifield benar. Dia tidak akan meninggalkannya untuk menghadiri pesta rumah sendirian. Temannya belum memiliki kendali atas dompetnya. Dia tidak akan melakukannya sampai dia memiliki wewenang dalam tiga tahun ke depan, atau dia menikah. Orang yang bertanggung jawab atas dana Merrifield menyuruhnya menghadiri pesta. Merrifield harus muncul dua kali dalam pesta selama setahun agar the Duke of Whitewood dapat mengobrol dengannya dan memastikan Merrifield tidak melakukan hal bodoh, lalu dia akan menyetujui uang saku untuk kuartal berikutnya, dan Merrifield tidak menyukai setiap detiknya.

      “Kau bisa menikah dan selesai dengan Whitewood,” Devon terus menginterogasinya sekaligus membujuknya.

      “Kamu benar-benar dalam suasana hati yang sedang kesal bukan?” Merrifield menendang tulang keringnya Devon dari seberang gerbong. “Apa yang akan kamu sarankan selanjutnya?” Merrifield mengangkat alisnya. “Bahwa aku menikahi putri duke?”

      “Apakah dia berada dalam usia yang bisa menikah?” dia mungkin menyesali

Скачать книгу