Cinta. Морган Райс
Чтение книги онлайн.
Читать онлайн книгу Cinta - Морган Райс страница 3
Ia memegang buku hariannya di atas pangkuan, membuka-buka halaman, sebuah pena di satu tangan dan gelas di tangan lainnya. Ia telah memegangnya selama 20 menit. Ia tidak punya gagasan dari mana ia harus memulainya. Ia tidak penah mengalami kesulitan menulis buku harian sebelumnya, tapi kali ini berbeda. Peristiwa-peristiwa pada beberapa hari terakhir ini berlangsung begitu dramatis, terlalu sulit untuk dipahami. Ini adalah pertama kalinya ia duduk tenang dan santai. Pertama kalinya ia merasa sangat aman.
Ia telah memutuskan bahwa yang terbaik adalah memulai dari awal. Apa saja yang telah terjadi. Mengapa ia berada di sini. Siapakah dirinya. Ia harus memahaminya. Ia bahkan tidak yakin apakah ia bisa menjawab semua pertanyaan itu.
*
Sampai minggu kemarin, hidupnya normal. Aku sesungguhnya mulai menyukai Oakville. Kemudian suatu hari Ibu tiba-tiba mengumumkan kami akan pindah. Lagi. Hidup berubah total, seperti yang selalu terjadi dengannya.
Kali ini adalah yang terburuk. Itu bukanlah daerah pinggiran lainnya. Tempat itu adalah New York. Sebagaimana di perkotaan. Sekolah umum dan hidup di antara beton. Dan sebuah lingkungan yang berbahaya.
Sam juga merasa jengkel. Kami berbincang-bincang tentang tidak melanjutkan hal itu, tentang kepergian. Namun sesungguhnya adalah, kami tidak punya tempat lagi untuk pergi.
Jadi kami pergi bersama. Kami berdua bersumpah secara diam-diam bahwa jika kami tidak menyukainya, kami akan pergi. Mencari suatu tempat. Di mana saja. Mungkin bahkan mencoba mencari Ayah lagi, meski kami berdua tahu bahwa hal itu tidak akan terjadi.
Dan kemudian semua hal itu terjadi. Begitu cepat. Tubuhku. Berubah. Menjelma. Aku masih tidak tahu apa yang terjadi, atau menjadi siapa aku ini. Tapi aku tahu, aku bukan orang yang sama lagi.
Aku ingat malam paling menentukan ketika semua hal ini berawal. Gedung Carnegie. Kencanku dengan Jonah. Dan kemudian...rehat. Santapan...ku? Membunuh seseorang? Aku masih tidak bisa mengingatnya. Aku hanya tahu dari apa yang telah mereka katakan kepadaku. Aku tahu bahwa aku telah melakukan sesuatu malam itu, tapi itu semua samar-samar. Apa pun yang telah aku lakukan, itu masih terasa seperti sebuah lubang dalam perutku. Aku tidak pernah mau menyakiti siapa pun.
Hari berikutnya, aku merasakan perubahan dalam diriku. Aku memang menjadi lebih kuat, lebih cepat, lebih sensitif terhadap cahaya. Aku juga mencium bau-bauan. Hewan-hewan bertingkah aneh di sekitarku, dan aku merasakan diriku bertingkah aneh di dekat hewan.
Dan kemudian ibu datang. Mengatakan kepadaku bahwa dia bukanlah ibuku yang sesungguhnya, dan kemudian terbunuh oleh vampir-vampir itu, vampir yang mengejarku. Aku tidak pernah menginginkan melihatnya disakiti seperti itu. Aku masih merasa bahwa itu semua adalah kesalahanku. Tapi juga dengan hal-hal lain, aku tidak bisa membiarkan diriku melakukannya. Aku harus fokus pada apa yang ada di hadapanku, apa yang bisa aku kendalikan.
Aku tadinya tertangkap. Oleh vampir-vampir mengerikan itu. Dan kemudian, pelarianku. Caleb. Tanpanya, aku yakin mereka sudah membunuhku. Atau bisa lebih buruk lagi.
Covennya Caleb. Orang-orangnya. Begitu berbeda. Tapi para vampir, semuanya sama saja. Teritorial. Cemburu. Curiga. Mereka mengusirku, dan mereka tidak memberinya pilihan.
Tapi dia telah memilih. Meskipun demikian, dia memilihku. Sekali lagi, dia telah menyelamatkan aku. Dia mempertaruhkan segalanya untukku. Aku mencintainya karena itu. Lebih dari yang dia ketahui.
Aku harus membantunya kembali. Dia merasa aku adalah yang terpilih, sesuatu semacam juru selamat vampir. Dia percaya aku akan membimbingnya ke semacam pedang yang hilang, yang akan menghentikan perang vampir dan menyelamatkan semua orang. Secara pribadi, aku tidak memercayainya. Orang-orangnya sendiri tidak memercayainya. Tapi aku tahu bahwa hanya itu yang dia miliki, dan itu berarti segalanya bagi dirinya. Dia mempertaruhkan segalanya untukku, dan setidaknya inilah yang bisa aku lakukan. Bagiku, ini bahkan bukan tentang pedang itu. Aku hanya tidak ingin melihatnya pergi.
Jadi aku akan melakukan apa pun yang aku bisa. Lagi pula, aku selalu ingin mencoba menemukan ayahku. Aku ingin tahu siapa dia sesungguhnya. Siapa sesungguhnya aku ini. Apakah aku benar-benar setengah vampir, atau setengah manusia, atau apa pun itu. Aku membutuhkan jawaban. Jika tidak ada hal lain, aku ingin tahu aku akan menjadi seperti apa...
*
“Caitlin?”
Ia bangun dengan terkejut. Ia mendongak untuk melihat Caleb berdiri di sampingnya, tangannya diletakkan dengan lembut di bahu Caitlin. Dia tersenyum.
"Aku rasa kau tertidur," ujarnya.
Ia memandang ke sekeliling, melihat buku hariannya terbuka di pangkuannya dan menutupnya dengan segera. Ia merasa pipinya merona, berharap dia tidak membacanya sama sekali. Khususnya, bagian tentang perasaan Caitlin kepadanya.
Ia duduk tegak dan mengusap matanya. Saat itu masih malam hari, dan api masih menyala, meskipun apinya semakin mengecil. Dia pasti baru saja terbangun. Ia bertanya-tanya berapa lama ia tertidur.
"Maaf," kata Caitlin. "Itu adalah pertama kalinya aku tidur selama beberapa hari ini."
Dia tersenyum lagi, dan melintasi ruangan menuju ke perapian. Dia melemparkan beberapa kayu lagi, dan kayu itu berkeretak dan mendesis, sebagaimana api menjadi lebih besar. Ia merasakan kehangatan mencapai kakinya.
Dia duduk di sana, memandangi api, dan senyumnya perlahan-lahan menghilang saat dia nampak tenggelam dalam pikirannya. Ketika dia memandangi api, wajahnya diterangi cahaya dengan kilau yang hangat, membuatnya terlihat semakin menarik, jika itu adalah hal memungkinkan. Matanya yang besar dan berwarna coklat terbuka lebar, dan saat Caitlin memandanginya, warnanya berubah menjadi hijau muda.
Caitlin duduk semakin tegak, dan melihat gelas anggur merahnya masih penuh. Ia meneguknya, dan anggur itu menghangatkan dirinya. Ia belum makan selama beberapa waktu, dan anggur itu langsung memengaruhi kepalanya. Ia melihat gelas plastik lain ada di sana, dan ia ingat sopan-santunnya.
"Bolehkan aku menuangkan untukmu?" tanyanya, dengan gugup, "itu, maksudku, aku tidak tahu apakah kau minum—"
Dia tertawa.
"Ya, vampir minum anggur juga," ujarnya dengan sebuah senyum, dan mendekat serta memegang gelas saat ia menuangkan anggur itu.
Ia terkejut. Bukan karena kata-katanya, tapi oleh tawanya. Tawanya lembut, elegan, dan sepertinya menghilang dengan perlahan dalam ruangan itu. Seperti segala sesuatu tentang dirinya, tawanya juga misterius.
Ia memandangi matanya ketika dia mengangkat gelas ke bibirnya, berharap bahwa dia akan balas menatapnya.
Dia melakukannya.
Lalu mereka berdua memalingkan muka pada saat yang sama. Ia merasakan jantungnya berdegup lebih kencang.
Caleb kembali berjalan ke tempatnya, duduk di atas jerami, bersandar, dan menatap Caitlin. Sekarang kelihatannya dia sedang mengamatinya. Ia merasa canggung.
Ia secara tidak sadar meraba-raba pakaiannya, dan berharap ia mengenakan pakaian yang lebih bagus. Benaknya berpacu saat ia mencoba mengingat apa yang ia kenakan. Di suatu tempat sepanjang