Pekik Kemuliaan. Морган Райс

Чтение книги онлайн.

Читать онлайн книгу Pekik Kemuliaan - Морган Райс страница 13

Pekik Kemuliaan - Морган Райс Cincin Bertuah

Скачать книгу

atas bibirnya.

      Erec merasa jijik dengan pria itu, tapi ia menginginkan informasi, dan tak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Jadi ia merogoh kantongnya dan memberikan sebuah koin emas besar di tangan pria itu.

      Mata pria itu terbuka lebar saat ia mengenali koin itu.

      “Koin emas Raja,”katanya kagum.

      Ia menatap Erec dari atas ke bawah dengan tatapan hormat dan heran.

      “Apakah kau datang dari Istana Raja?” tanyanya.

      “Cukup,” kata Erec. “Aku hanya bertanya. Aku sudah membayarmu. Sekarang katakan padaku: di mana pedagang itu?”

      Pria itu menjilat bibirnya beberapa kali, lalu membungkuk ke arahnya.

      “Orang yang kau cari bernama Erbot. Ia datang ke sini seminggu sekali dengan sekumpulan pelacur baru. Ia menjual mereka pada penawar tertinggi. Kau akan menemukan dia di pondoknya. Ikuti jalan ini sampai ke ujung, dan kau akan temukan rumahnya di sana. Tapi jika gadis yang kau cari cukup berharga, ia mungkin sudah tidak ada. Pelacur-pelacurnya cepat laku.”

      Erec baru berbalik hendak pergi, ketika ia merasakan sebuah sentuhan hangat dan tangan berlemak di pergelangan tangannya. Saat ia berpaling, ia terkejut karena si penjaga penginapan yang telah menggandengnya.

      “Kalau kau mencari pelacur, mengapa tidak coba punyaku? Mereka juga bagus seperti punya Erbot, separuh harga pula.”

      Erec menyeringai ke arah pria itu, murka. Jika ada waktu, pasti ia sudah membunuh pria itu untuk mengamankan dunia ini dari orang seperti dia. Tapi ia mengampuni pria itu, dan memutuskan ia tak sebanding.

      Erec melepaskan tangannya, lalu mendekat ke arahnya.

      “Kalau tanganmu menyentuhku lagi,” ancam Erec, “kau akan berharap bahwa kau tak pernah melakukannya. Sekarang menyingkirlah dari hadapanku sebelum aku membinasakanmu.”

      Penjaga penginapan itu menunduk, matanya terbuka dengan penuh rasa takut, dan ia mengambil langkah mundur.

      Erec berbalik dan berlari meninggalkan ruangan, menyikut dan mendorong untuk membuka jalan keluarnya dan menuju pintu ganda. Ia belum pernah merasa semuak ini dengan sekelompok manusia.

      Erec mencari kudanya kudanya, yang mendengkik dan meringkik ke arah para pemabuk yang lewat dan menatapnya – tak diragukan lagi, pikir Erec, mereka mencoba mencuri kudanya. Ia heran apakah orang-orang itu mengira bahwa ia tidak akan kembali. Dan ia akan mengingat untuk mengikat kudanya dengan lebih aman di tempat berikutnya. Ia terheran-heran dengan keliaran kota ini. Untungnya, Warkfin, kudanya, adalah kuda yang tangguh. Dan jika ada seseorang yang hendak mencurinya, ia akan menendang mereka sampai mati.

      Erec menendang Warkfin, dan mereka meluncur di jalan yang sempit. Erec berusaha sebisanya untuk menghindari kerumunan orang. Malam sudahlarut, tapi jalan semakin padat dengan kerumunan orang. Orang-orang dari segala ras saling menggoda satu sama lain. Beberapa penjaga yang mabuk berseru ke arahnya saat ia melewati mereka dengan cepat, tapi ia tak peduli. Ia dapat merasakan Alistair ada dalam jangkauannya dan ia tak akan berhenti sampai berhasil mendapatkannya kembali.

      Jalanan berakhir di sebuah dinding batu, dan bangunan terakhir di sebelah kanan adalah sebuah kedai minum yang bobrok dengan dinding tanah liat putih dan atap jerami, yang nampaknya telah melewati masa keemasannya. Dari penampilan orang-orang yang keluar masuk, Erec merasa inilah tempat yang tepat.

      Erec turun dari kudanya, mengikat kudanya dengan aman di sebuah pos, dan melesat masuk melalui pintu. Waktu ia masuk, ia berhenti, terpana.

      Tempat itu remang-remang, satu ruangan besar dengan beberapa obor berkedip di dinding dan api yang hampir redup di perapian. Permadani digelar dimana-mana, di sana terbaring sejumlah wanita, hampir telanjang, diikat oleh tali tebal satu sama lain ke dinding. Mereka tampak sedang dibius – Erec dapat mencium bau opium di udara, dan melihat sebuah pipa diedarkan. Beberapa pria berjalan melewati ruangan, menendang dan meraba kaki para wanita di sana sini, seolah sedang memeriksa suatu barang dan memutuskan mana yang akan dibeli.

      Jauh di pojokan duduk seorang pria di kursi beludru merah, mengenakan jubah sutra. Para perempuan dirantai di sisinya. Berdiri di belakangnya seorang pria tinggi berotot, wajah mereka penuh bekas luka, mereka lebih tinggi dan besar daripada Erec, tatapannya seolah mereka akan sangat senang jika harus membunuh seseorang.

      Erec melangkah ke tengah dan menyadari apa yang sedang terjadi: ini adalah sebuah toko seks, para wanita ini disewakan, dan pria di pojokan itu adalah makelarnya, pria yang telah menculik Alistair – dan mungkin dia juga menculik semua wanita ini. Bahkan mungkin Alistair juga ada di ruangan ini.

      Ia segera bertindak, dengan marah bergegas melalui hamparan wanita dan menelusuri mereka satu per satu. Ada lusinan wanita di ruangan ini, beberapa di antaranya pingsan, dan ruangan ini sangat gelap sehingga sulit mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia menatap wajah mereka satu per satu, berjalan di tiap lajur ketika mendadak sebuah telapak tangan besar memukulnya di dadanya.

      “Apa kau sudah bayar?” tanya sebuah suara kasar.

      Erec mendongak dan melihat seorang pria besar berdiri di depannya, memandangnya marah.

      “Kau ingin melihat-lihat wanita ini, kau harus bayar,” bentak pria itu dengan suara berat. “Itu peraturannya.”

      Erec melotot ke arah pria itu, merasakan kebencian tumbuh di dalam dirinya. Sebelum pria itu dapat mengedipkan mata, Erec mengulurkan tangan dan mencengkeramnya dengan ujung telapak tangannya, tepat di kerongkongan pria itu.

      Pria itu terengah-engah, matanya terbuka lebar, lalu ia terjatuh di lututnya, memegang tenggorokannya. Erec mengulurkan tangannya lagi dan menyodok pelipis pria itu, dan ia terjatuh dengan wajah lebih dulu.

      Erec berjalan cepat melalui barisan, menelusuri wajah-wajah para wanita dengan putus asa, mencari Alistair. Tapi ia tak kelihatan. Ia tak ada di sini.

      Jantung Erec berdetak keras saat ia bergegas menuju pojok ruangan, kearah pria tua yang duduk di sana, melihat semuanya.

      “Sudahkah kau temukan mana yang kau suka?” tanya pria itu.”Sesuatu yang ingin kau tawar?”

      “Aku mencari seorang wanita,” kata Erec, suaranya mengeras, mencoba untuk tetap tenang, “dan aku hanya akan mengatakan ini satu kali. Dia tinggi, rambutnya pirang panjang dan matanya hijau kebiruan. Namanya Alistair. Dia dibawa dari Savaria sehari atau dua hari yang lalu. Ada yang bilang dia dibawa ke sini. Benarkah itu?”

      Pria itu dengan perlahan menggelengkan kepalanya, muram.

      “Barang yang kau cari sudah terjual, sayangnya,” kata pria itu. “Makhluk sempurna. Seleramu bagus. Pilih yang lainnya, dan aku akan memberimu potongan harga.”

      Erec murka, merasa sebuah amarah menggelegak dalam dirinya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

      “Siapa yang membawanya?” Erec geram.

      Pria itu tersenyum.

      “Ya ampun, sepertinya kau hanya ingin budak yang satu itu.”

      “Dia bukan budak,” raung Erec. “Dia istriku.”

      Pria itu menatapnya kembali, terkejut – kemudian mendongak dan tertawa keras.

      “Istrimu! Cantik juga.

Скачать книгу