Pekik Kemuliaan. Морган Райс
Чтение книги онлайн.
Читать онлайн книгу Pekik Kemuliaan - Морган Райс страница 4
Akhirnya ia terhempas, tewas.
Luanda jatuh berlutut di sana, merasa trauma, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Sebelum ia bisa melakukannya, sebelum ia menyadari bahwa McCloud selamat, ia merasakan sisi wajahnya seperti tersengat, dan ia merasa dirinya hancur lebur.
Ketika dunianya menjadi gelap, ia tak sadar bahwa McCloud telah memukulnya, sebuah ledakan kuat yang melontarkannya. McCloud telah mengetahui setiap langkahnya sejak ia masuk ke ruangan. Ia sengaja membiarkannya. Ia menunggu saatnya, ia menunggu saat yang tepat untuk tak hanya menghindar dari serangan Luanda. Tapi juga untuk mengelabuinya hingga membunuh gadis malang itu pada saat yang sama, untuk meletakkan rasa bersalah itu di kepalanya.
Sebelum dunianya menjadi gelap, Luanda menangkap seberkas wajah McCloud. Ia menyeringai ke arahnya dengan mulut terbuka, nafas memburu seperti binatang. Hal terakhir yang ia dengar, sebelum botnya terangkat dan mengenai wajahnya, adalah suaranya yang kejam, terlontar seperti hewan:
“Kau telah membantuku,” katanya. “Lagipula aku sudah selesai dengan gadis itu.”
BAB DUA
Gwendolyn berlari kalut di tepi jalan di tempat terburuk Istana Raja, air mata mengalir di pipinya ketika ia berlari meninggalkan kastil, mencoba berlari sejauh mungkin dari Gareth sebisanya. Hatinya masih membara karena pertengkaran mereka, karena melihat Firth tergantung, karena ia mendengar ancaman Gareth. Ia dengan putus asa mencoba mencari kebenaran dari kebohongannya. Tapi dalam pikiran Gareth yang tak wraas, kebenaran dan kebohongan bercampur baur, dan sulit memahami mana yang benar. Apakah ia mencoba menakutinya? Atau apakah ia mengatakan yang sejujurnya?
Gwendolyn telah melihat tubuh Firth yang terjuntai dengan mata kepalanya sendiri, dan itu mengatakan padanya bahwa mungkin saat ini semua yang dikatakan Gareth memang benar. Mungkin Godfrey memang telah diracun; mungkin ia memang telah dijodohkan untuk menikah dengan Nevaruns; dan mungkin kini Thor sedang disergap. Pemikiran tentang semua itu membuatnya merasa ngeri.
Ia merasa putus asa saat ia berlari. Ia harus membenahi semuanya. Ia tak dapat menemui Thor, tapi ia dapat menemui Godfrey untuk memastikan apakah iamemang telah diracun-dan apakah ia masih hidup.
Gwendolyn mempercepat langkahnya menuju bagian kota yang lusuh, keheranan menemukan dirinya kembali ke tempat ini lagi, dua kali dalam beberapa hari ke bagian paling menjijikkan di Kerajaan, di mana ia sudah bersumpah untuk tak mendatanginya lagi. Jika Godfrey memang telah diracun, ia tahu bahwa itu akan terjadi di kedai minum. Di mana lagi? Ia marah padaGodfrey karena kembali ke tempat itu, karena menurunkan kewaspadaannya, karena menjadi ceroboh. Tapi lebih dari segalanya, Gwen mengkhawatirkan dirinya. Ia menyadari betapa ia sangat menyayangi kakaknya itu beberapa hari terakhir ini. Bayangan akan kehilangannya, apalagi sesudah meninggalnya ayahnya, menyisakan sebuah lubang dalam hatinya. Ia, bagaimanapun, merasa harus bertanggung jawab.
Ia merasakan ketakutan yang nyata ketika ia berlari di sepanjang jalan, dan bukan karena para pemabuk dan bandit di sekitarnya; namun rasa takut pada kakaknya, Gareth. Ia terlihat seperti iblis pada pertemuan terakhir mereka, dan ia tidak dapat melepaskan bayangan akan wajahnya, akan matanya, dari pikirannya-begitu gelap, begitu keji. Ia tampak dikuasai sesuatu. Bahwa ia telah duduk di singgasana ayahnya, membuat segalanya tampak lebih dari nyata. Ia takut pada hukuman dari kakaknya. Mungkin ia memang telah berencana menikahkan dirinya, sesuatu yang tak pernah ia inginkan. Atau mungkin Gareth ingin mengurungnya, dan ia mungkin berencana membunuhnya. Gwen melihat sekeliling, dan saat ia berlari, semua wajah tampak memusuhinya, tampak asing. Semua orang tampak seperti ancaman untuknya, yang dikirim Gareth untuk menghabisinya. Ia menjadi paranoid.
Gwen berbelok dan bahunya bertubrukan dengan seorang pemabuk tua-yang membuatnya kehilangan keseimbangan. Gwen melompat dan berseru marah. Ia sangat tegang. Beberapa saat baru Gwen menyadari bahwa orang itu hanya seorang pejalan yang ceroboh, dan bukan anak buah Gareth. Ia berbalik dan melihatnya menjauh, tidak berbalik ke arahnya untuk meinta maaf. Kebusukan bagian kota ini lebih dari memuakkan baginya. Jika bukan karena Godfrey ia tak akan mendekatinya, dan ia membenci Godfrey karena membuatnya terpaksa melakukan ini. Mengapa ia tidak menjauh saja dari kedai minum?
Gwen kembali berbelok dan itulah dia: kedai minumnya Godfrey, masih berdiri, bobrok, pintu ternganga dan para pemabuk keluar dari sana, seperti biasanya. Gwen tak membuang waktu. dan ia segera bergegas menuju pintu yang terbuka.
Matanya butuh beberapa saat untuk menyesuaikan diri dengan bar yang remang-remang, yang dipenuhi bau bir dan bau keringat. Ruangan itu menjadi senyap saat ia masuk. Dua lusin atau lebih pria di dalamnya berpaling dan melihat ke arahnya, tertegun. Di sanalah Gwen, anggota keluarga kerajaan, dengan gaun berkilauan, bergegas masuk ke ruangan yang mungkin tak pernah dibersihkan selama bertahun-tahun.
Ia berderap menuju seorang pria tinggi dengan perut besar yang dikenalnya sebagai Akorth, salah satu teman minum Godfrey.
“Di mana kakakku? “ tanya Gwen.
Akorth yang biasanya berapi-api, biasanya siap melontarkan gurauan konyol yang terlalu memuaskannya, di luar dugaan Gwen: ia menggelengkan kepalanya.
“Tidak terlalu baik, nona,” katanya, muram.
“Apa maksudmu?” bentaknya, jantungnya berdetak keras.
“Ia minum bir yang buruk,” kata seorang pria tinggi dan bungkuk yang dikenalnya sebagai Fulton, teman minum Godfrey yang lainnya. “Ia jatuh pingsan tengah malam tadi. Belum sadar.”
“Apakah ia masih hidup?” tanya Gwen histeris, mencengkeram pergelangan tangan Akorth.
“Mungkin tidak,” jawabnya, menunduk. “Ia mengalami sesuatu. Ia berhenti bicara sejak satu jam yang lalu.”
“Di mana dia?” bentaknya.
“Di belakang, tuanku,” kata penjaga bar, sambil membungkuk di bar dan menyeka sebuah tangki bir, nampak murung. “Dan sebaiknya kau punya rencana untuknya. Aku tak mau ada mayat di tempat usahaku.”
Gwen, tampak kesal, mendadak mencabut sebuah belati kecil, mencondongkan tubuhnya dan mengarahkan pisaunya ke arah leher si penjaga bar.
Penjaga bar itu tercekat, melihat ke arah Gwen dengan terkejut, tempat itu mendadak menjadi senyap.
“Pertama-tama,” katanya, “tempat ini bukan tempat usaha – ini hanya sebuah saluran got dan akan kuperintahkan pengawal kerajaan untuk meratakannya dengan tanah kalau kau berbicara seperti itu lagi padaku. Kau boleh memanggilku dengan sebutan tuanku.”
Gwen merasa dirinya tidak ada di sana, dan terpana karena ada sebuah kekuatan menggerakkannya; dan ia tak tahu dari mana datangnya.
Penjaga bar menelan ludahnya.
“Tuanku,” suaranya bergema.
Gwen menahan belatinya dengan waspada.
“Kedua, kakakku tidak boleh mati – tidak di tempat ini. Jenazahnya akan memberikan kehormatan pada tempat usahamu lebih daripada jiwa hidup manapun yang mati di sini. Dan jika memang ia telah mati, itu adalah kesalahanmu.”
“Tapi saya tidak melakukan apapun, tuanku!” protesnya. “Ia minum bir yang sama dengan yang lainnya!”
“Seseorang pasti telah meracunnya,” tambah Akorth.
“Siapapun