Pekik Kemuliaan. Морган Райс
Чтение книги онлайн.
Читать онлайн книгу Pekik Kemuliaan - Морган Райс страница 6
Saat mereka berkuda, Thor merasakan sesuatu. Ia tak dapat menjelaskannya, namun indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah.
Ketika mereka mendekati puncak bukit, di atasnya ada sebuah menara tinggi, tua dan tampak tak terurus-sesuatu dalam diri Thor mengatakan padanya untuk melihat ke belakang. Ia melakukannya, dan ia melihat Forg. Thor tertegun karena Forg secara perlahan tertinggal di belakang kelompok itu, tampak semakin jauh, dan saat Thor melihatnya, Forg berputar ke belakang, menendang kudanya, dan tanpa berkata apapun berkuda ke arah lain.
Thor tak mengerti apa yang sedang terjadi. Mengapa Forg mendadak meninggalkan mereka?
Di sampingnya, Krohn mendengking.
Sebelum Thor dapat memahami apa yang terjadi, mereka telah sampai di puncak bukit, mencapai menara tua, tak berharap apapun selain melihat reruntuhan.
Namun kelompok kecil itu mendadak menghentikan kuda mereka. Mereka duduk di atas kuda, semuanya, membeku pada pemandangan di depan mereka.
Di sana, menghadap ke arah mereka, telah menunggu seluruh pasukan McCloud.
Mereka telah dijebak.
BAB EMPAT
Gwendolyn bergegas di sepanjang jalan Istana Raja yang padat, Akorth dan Fulton membopong Godfrey di belakang mereka, mengikutinya memotong jalan orang-orang di sekelilingnya. Ia merasa harus segera menemui tabib secepatnya. Godfrey tak boleh mati, tidak setelah semua yang telah mereka alami, dan jelas tidak dengan cara ini. Ia hampir dapat melihat senyum kepuasan Gareth ketika mendengar kabar kematian Godfrey-dan Gwen bermaksud mengubahnya. Ia menyesal tidak segera menemukan Godfrey.
Saat Gwen menukik ke sebuah kelokan dan berderap menuju pusat kota, semakin banyak orang yang berkerumun, dan ia memandang ke atas dan melihat Firth, masih tergantung di atas balok, tali mengikat erat di lehernya, memaksa semua orang untuk melihatnya. Gwen berpaling. Itu adalah pemadangan yang mengerikan, sebuah pengingat akan kekejaman kakaknya. Ia merasa ia tak dapat lari ke manapun ia menghindar. Sangat miris karena sehari sebelumnya ia baru saja berbicara dengan Firth –dan sekarang ia tergantung di sana. Ia tak dapat menghindar dari aroma kematian di sekelilingnya – dan sekarang sedang mengejarnya juga.
Gwen sangat ingin menghindar, memilih jalur lain. Ia tahu bahwa berjalan melalui alun-alun adalah jalan tercepat, dan ia berusaha memberanikan diri; ia terpaksa menyeret kakinya berjalan melewati tiang itu, tepat di sebelah tubuh yang tergantung itu. Saat ia melakukannya, ia terkejut karena algojo kerajaan, mengenakan jubah hitam, menghalangi jalannya.
Awalnya Gwen mengira algojo itu akan membunuhnya juga – sampai ia membungkuk.
“Tuanku,” katanya dengan ramah, menundukkan kepalanya dengan hormat. “Kerajaan belum memerintahkan apapun untuk menangani mayat ini. Saya belum menerima perintah untuk menguburkannya secara layak atau melemparkannya di kuburan massal.”
Gwen berhenti, merasa kesal karena harus menangani masalah itu; Akorth dan Fulton berhenti di sebelahnya. Ia mendongak, menutupi matanya yang silau terkena sinar matahari, melihat ke arah mayat yang tergantung tak jauh darinya. Dan saat ia hendak mengacuhkan algojo itu, sesuatu mengubah pikirannya. Ia ingin keadilan untuk ayahnya.
“Kubur ia di kuburan massal,” katanya. “Tanpa nisan. Jangan adakan ritual khusus atau upacara pemakaman. Aku ingin namanya terhapus selamanya dari sejarah.”
Algojo itu mengangguk tanda mengerti, dan Gwen merasakan pertahanan dirinya sedikit pulih. Lagipula, pria ini adalah orang yang sebenarnya telah membunuh ayahnya. Meski ia membenci kekerasan, ia tak bersedih untuk Firth. Ia dapat merasakan roh ayahnya dalam dirinya sekarang, lebih kuat dari sebelumnya, dan merasakan kedamaian ayahnya yang telah meninggal.
“Dan satu lagi,” tambahnya, menghentikan si algojo. “Turunkan mayat itu sekarang.”
“Sekarang, tuanku?” tanya si algojo. “Tapi raja memerintahkan untuk membiarkan mayat itu di sana.”
Gwen menggelengkan kepalanya.
“Sekarang,” ulangnya. “Ini adalah perintahnya yang baru,” ia berbohong.
Algojo itu bergegas dan segera menurunkan mayat itu.
Gwen merasakan sebuah kekuatan lain. Ia tak ragu bahwa Gareth sedang mengamati mayat Firth dari jendelanya sepanjang hari – menurunkannya akan membuatnya kesal. Tapi akan membuatnya tahu bahwa tak semua rencananya berjalan mulus.
Gwen baru akan beranjak pergi ketika ia mendengar sebuah suara; ia berhenti dan berbalik, di atas sana, bertengger di atas tiang, ia melihat burung elang Estopheles. Ia mengangkat tangan untuk melindungi matanya dari matahari, mencoba memastikan bahwa matanya tak sedang menipu dirinya. Estopheles memekik lagi dan mengembangkan sayapnya, mendekati mereka.
Gwen dapat merasakan burung itu menyembunyikan arwah ayahnya. Jiwanya tidak tenang, dan sebentar lagi akan menemukan kedamaian.
Gwen mendadak memikirkan sesuatu; ia bersiul dan mengulurkan sebelah lengannya, dan Estopheles menukik ke arahnya dan bertengger di lengan Gwen. Burung itu berat, dan cakarnya mencengkeram kulit Gwen.
“Carilah Thor, “ bisiknya pada burung itu. “Cari dia di medan pertempuran. Lindungi dia. PERGILAH!” serunya, sambil mengangkat lengannya.
Ia memandang Estopheles mengepakkan sayapnya dan membumbung tinggi, semakin tinggi ke langit. Gwen berdoa itu berhasil. Ada sesuatu yang misterius dengan beurung itu, terutama hubungannya dengan Thor, dan Gwen tahu apapun mungkin terjadi.
Gwen melanjutkan langkahnya, bergegas di sepanjang jalan terjal menuju pondok tabib. Mereka melintasi beberapa gerbang melengkung di luar kota, dan ia berjalan secepat ia bisa, berdoa agar Godfrey bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan.
Matahari kedua tampak rendah di langit saat mereka mendaki sebuah bukit kecil di batas luar Istana Raja dan tampaklah pondok tabib di kejauhan. Pondok itu sederhana, hanya ada satu ruangan, tembok putihnya terbuat dari tanah liat, dengan satu jendela kecil di tiap sisinya, pintu oak melengkung di depannya. Dari atapnya tergantunglah aneka tanaman dengan berbagai warna dan jenis, mengelilingi pondok itu – yang juga dikelilingi hamparan tanaman obat, bunga berbagai warna dan bentuk membuat pondok itu seolah baru saja dijatuhkan di tengah rumah kaca.
Gwen berlari menuju pintu dan menggedor pintu itu beberapa kali. Pintu terbuka, dan di depannya munculah seraut wajah si tabib.
Illepra. Ia telah menjadi tabib kerajaan sepanjang hidupnya, dan telah dikenal Gwen sejak ia masih belajar berjalan. Kulitnya tampak bersinar, membungkus mata hijaunya yang tampak ramah dan sulit dipercaya usianya sudah lebih dari 18 tahun. Gwen tahu kalau Illepra lebih tua dari itu, tahu bahwa penampilannya bisa mengecohkan, dan ia juga tahu bahwa Illepra adalah salah satu orang terpandai dan berbakat yangpernah ditemuinya.
Roman wajah Illepra berubah saat ia melihat Godfrey. Matanya terbelalak dengan penuh rasa prihatin, menyadari kegawatan situasinya. Ia menyeruak melewati Gwen dan bergegas menuju ke arah Godrey, meletakkan telapak tangannya di keningnya, keningnya berkerut.
“Bawa ia masuk,” perintahnya pada kedua