Buku Urantia. Urantia Foundation

Чтение книги онлайн.

Читать онлайн книгу Buku Urantia - Urantia Foundation страница 53

Автор:
Серия:
Издательство:
Buku Urantia - Urantia Foundation

Скачать книгу

      0:1.9 (2.9) 6. Mahatinggi (Supreme)—Deitas yang berpengalaman sendiri dan yang mempersatukan antara Pencipta dan ciptaan. Deitas yang berfungsi pada tingkat pengenalan makhluk yang pertama sebagai pengendali seluruh ruang-waktu alam semesta agung, kadang-kadang dinamai Supremasi Deitas.

      0:1.10 (2.10) 7. Mahaakhir (Ultimate)—Deitas yang terproyeksi sendiri dan yang melampaui-ruang-waktu. Deitas yang mahakuasa, mahatahu, dan mahahadir. Deitas yang berfungsi pada tingkat kedua ekspresi keilahian yang mempersatukan, sebagai pengendali-menyeluruh yang efektif dan penopang absonit (melampaui terbatas) terhadap alam semesta master (master universe). Kalau dibandingkan dengan pelayanan para Deitas kepada alam semesta agung (grand universe), fungsi absonit ini dalam alam semesta master itu mencapai setara dengan pengendalian menyeluruh dan suprapemeliharaan semesta, kadang-kadang disebut Ultimasi Deitas.

      0:1.11 (2.11) Level realitas yang terbatas (finit)dicirikan oleh kehidupan makhluk dan batasan-batasan ruang-waktu. Realitas-realitas yang terbatas itu mungkin tidak memiliki akhir, tetapi mereka selalu memiliki awal—mereka itu diciptakan. Tingkat Supremasi Deitas itu dapat dianggap sebagai suatu fungsi dalam hubungannya dengan eksistensi-eksistensi yang terbatas.

      0:1.12 (2.12) Tingkat realitas yang melampaui terbatas (absonit)dicirikan oleh hal-hal dan sosok-sosok yang tanpa awal dan akhir dan oleh transendensi ruang dan waktu. Para absoniter itu tidak diciptakan; mereka itu dieventuasikan (diakibatkan)—mereka itu ada begitu saja. Tingkatan Ultimasi Deitas itu mengandung arti suatu fungsi dalam hubungannya dengan realitas-realitas yang absonit. Tidak peduli di bagian manapun alam semesta master, kapan saja ruang dan waktu itu dilampaui, maka fenomena yang absonit tersebut adalah suatu perbuatan dari Ultimasi Deitas.

      0:1.13 (2.13) Tingkat absolut itu tanpa permulaan, tanpa akhir, tanpa waktu, dan tanpa ruang. Sebagai contoh: Di Firdaus, ruang dan waktu itu tidak ada; status ruang-waktunya Firdaus itu absolut. Tingkatan ini dicapai oleh Trinitas, secara eksistensial, oleh para Deitas Firdaus itu, tetapi tingkat ketiga dari ekspresi Deitas yang menyatukan ini belum sepenuhnya dipersatukan secara eksperiensial (pengalaman). Kapan saja, di mana saja, dan bagaimana saja tingkat absolut Deitas itu berfungsi, maka nilai-nilai dan makna-makna absolut-Firdaus itu mewujud.

      0:1.14 (3.1) Deitas mungkin saja eksistensial (tetap ada), seperti dalam Putra Kekal; eksperiensial (berpengalaman), seperti dalam Sang Mahatinggi; asosiatif (berhubungan), seperti dalam Tuhan Lipat Tujuh; tak terbagi, seperti dalam Trinitas Firdaus.

      0:1.15 (3.2) Deitas adalah sumber untuk semua yang adalah ilahi. Deitas itu secara ciri khas dan secara tetap adalah ilahi, tetapi semua hal yang ilahi itu tidak selalu harus Deitas, walaupun hal itu akan dikoordinasikan dengan Deitas dan akan cenderung ke arah suatu fase kesatuan dengan Deitas—secara spiritual, mental, atau personal.

      0:1.16 (3.3) KEILAHIAN itu adalah kualitas Deitas yang khas, mempersatukan, dan mengkoordinasikan.

      0:1.17 (3.4) Keilahian itu dapat dipahami makhluk sebagai kebenaran, keindahan, dan kebaikan; dikaitkan dalam kepribadian sebagai kasih, rahmat, dan pelayanan; diungkapkan pada tingkat-tingkat yang bukan pribadi sebagai keadilan, kuasa, dan kedaulatan.

      0:1.18 (3.5) Keilahian bisa sempurna—lengkap—seperti pada tingkat-tingkat kesempurnaan Firdaus yang eksistensial dan pencipta; keilahian bisa juga tidak sempurna, seperti pada tingkat-tingkat evolusi ruang-waktu yang eksperiensial dan makhluk; atau keilahian itu bisa relatif, bukan sempurna atau pun tidak sempurna, seperti pada tingkat-tingkat tertentu hubungan-hubungan eksistensial-eksperiensial Havona.

      0:1.19 (3.6) Kalau kita mencoba untuk membayangkan kesempurnaan dalam semua fase dan bentuk relativitas, kita menjumpai tujuh jenis yang bisa dibayangkan:

      0:1.20 (3.7) 1. Kesempurnaan absolut dalam semua aspek.

      0:1.21 (3.8) 2. Kesempurnaan absolut dalam beberapa fase dan kesempurnaan relatif dalam semua aspek lainnya.

      0:1.22 (3.9) 3. Aspek-aspek absolut, relatif, dan tidak sempurna dalam berbagai hubungan.

      0:1.23 (3.10) 4. Kesempurnaan absolut dalam hal-hal tertentu, ketidak-sempurnaan dalam semua yang lain.

      0:1.24 (3.11) 5. Kesempurnaan absolut tidak dalam arah, kesempurnaan relatif dalam semua manifestasi.

      0:1.25 (3.12) 6. Kesempurnaan absolut tidak dalam fase, relatif dalam beberapa, tidak sempurna dalam yang lainnya.

      0:1.26 (3.13) 7. Kesempurnaan absolut tidak dalam atribut, ketidak-sempurnaan dalam semuanya.

      0:2.1 (3.14) Umat manusia yang berevolusi itu mengalami suatu dorongan yang tak dapat ditahan untuk melambangkan konsep-konsep terbatas mereka tentang Tuhan. Kesadaran manusia akan kewajiban moral dan idealisme rohaninya merupakan suatu tingkatan nilai—suatu kenyataan yang bersifat pengalaman—yang sulit untuk simbolisasinya.

      0:2.2 (3.15) Kesadaran kosmis berarti pengenalan adanya suatu Sebab Pertama, realitas yang satu dan yang tanpa sebab lagi. Tuhan, sang Bapa Semesta, berfungsi pada tiga tingkatan kepribadian-Deitas untuk ekspresi nilai subinfinit dan keilahian relatif:

      0:2.3 (3.16) 1. Prapribadi—seperti dalam pelayanan roh pecahan Bapa, seperti misalnya para Pelaras Pikiran.

      0:2.4 (3.17) 2. Pribadi—seperti dalam pengalaman berevolusinya makhluk-makhluk yang diciptakan dan dilahirkan.

      0:2.5 (3.18) 3. Suprapribadi—seperti dalam keberadaan makhluk absonit tertentu yang dieventuasikan (diakibatkan) dan yang terkait.

      0:2.6 (3.19) TUHAN (God, Allah) adalah suatu simbol kata yang menyebut semua personalisasi Deitas. Istilah ini memerlukan definisi yang berbeda pada setiap tingkat pribadi dari fungsi Deitas, dan harus didefinisikan ulang lebih jauh lagi di dalam masing-masing tingkat ini, karena istilah ini dapat digunakan untuk menyebut berbagai personalisasi Deitas yang sederajat dan yang lebih rendah; sebagai contoh: para Putra Pencipta Firdaus—bapa-bapa alam semesta lokal.

      0:2.7 (4.1) Istilah Tuhan, yang kita pakai, bisa dipahami:

      0:2.8 (4.2) Berdasarkan sebutannya— sebagai Tuhan sang Bapa.

      0:2.9 (4.3) Berdasarkan konteksnya— seperti kalau digunakan dalam pembahasan mengenai salah satu tingkatan atau asosiasi deitas. Jika ragu mengenai penafsiran yang tepat tentang kata God (Tuhan) itu, disarankan untuk mengacu kepada pribadi Bapa Semesta.

      0:2.10 (4.4) Istilah Tuhan itu selalu menunjukkan kepribadian. Deitas bisa, atau bisa juga tidak, mengacu pada kepribadian-kepribadian keilahian.

      0:2.11 (4.5) Istilah TUHAN itu digunakan dalam makalah-makalah ini, dengan makna-makna berikut ini:

      0:2.12 (4.6) 1. Tuhan Bapa (God the Father)—Pencipta, Pengendali, dan Penegak. Bapa Semesta, Pribadi Deitas yang Pertama.

      0:2.13 (4.7) 2. Tuhan Putra (God the Son)—Pencipta Sederajat, Pengendali Roh, dan Administrator Rohani. Putra Kekal, Pribadi Deitas yang Kedua.

      0:2.14 (4.8) 3. Tuhan Roh (God the Spirit)—Pelaku Bersama, Integrator Semesta, dan Pemberi Batin. Roh Tanpa Batas, Pribadi Deitas yang Ketiga.

      0:2.15 (4.9) 4. Tuhan Mahatinggi (God the Supreme)—Tuhan ruang dan waktu yang sedang menjadi aktual atau sedang berevolusi. Deitas pribadi yang secara berkaitan merealisasikan pencapaian pengalaman ruang-waktu dari identitas ciptaan-Pencipta. Sang Mahatinggi itu secara pribadi sedang mengalami pencapaian

Скачать книгу