Buku Urantia. Urantia Foundation

Чтение книги онлайн.

Читать онлайн книгу Buku Urantia - Urantia Foundation страница 64

Автор:
Серия:
Издательство:
Buku Urantia - Urantia Foundation

Скачать книгу

dari perjuangan maju dari batin yang berkembang dan roh-roh yang naik dari setiap entitas, sosok, dan kepribadian di seluruh ciptaan ruang dan waktu yang evolusioner. Dan ini semuanya benar secara harfiah, sebab “dalam Dia kita semua hidup, kita bergerak, dan kita ada.”

      1:6.1 (29.7) Kepribadian manusia adalah bayangan-citra ruang-waktu yang dibuat oleh kepribadian Pencipta ilahi. Dan tidak pernah ada aktualitas yang dapat dipahami secara memadai melalui pemeriksaan terhadap bayangannya. Bayangan seharusnya ditafsirkan sesuai ukuran-ukuran dari substansi yang sebenarnya.

      1:6.2 (30.1) Bagi ilmu pengetahuan, Tuhan adalah sebab, pada filsafat adalah suatu ide, pada agama adalah sosok pribadi, bahkan Bapa surgawi yang pengasih. Bagi ilmuwan, Tuhan adalah forsa yang perdana, pada filsuf suatu hipotesis tentang kesatuan, bagi agamawan suatu pengalaman rohani yang hidup. Konsep manusia yang tidak memadai mengenai kepribadian Bapa Semesta dapat ditingkatkan hanya oleh kemajuan rohani manusia dalam alam semesta dan akan menjadi benar-benar memadai hanya ketika para musafir ruang dan waktu itu pada akhirnya mencapai rangkulan ilahi Tuhan yang hidup di Firdaus.

      1:6.3 (30.2) Jangan pernah melupakan sudut pandang yang berlawanan tentang kepribadian sebagaimana hal itu dipahami oleh Tuhan dan manusia. Manusia melihat dan memahami kepribadian, memandang dari yang terbatas kepada yang tanpa batas; Tuhan melihat dari yang tanpa batas kepada yang terbatas. Manusia memiliki jenis kepribadian yang paling rendah; Tuhan memiliki yang paling tinggi, bahkan yang tertinggi, terakhir, dan absolut. Sebab itu memang konsep-konsep yang lebih baik tentang kepribadian ilahi harus dengan sabar menunggu munculnya gagasan-gagasan yang diperbaiki mengenai kepribadian manusia, khususnya pewahyuan yang diperluas tentang kepribadian manusiawi maupun ilahi dalam hidup penganugerahan diri Mikhael, Sang Putra Pencipta, di Urantia.

      1:6.4 (30.3) Roh ilahi yang prapribadi yang mendiami batin manusia itu membawa, dalam kehadirannya itu sendiri, bukti yang sahih tentang keberadaan nyatanya, namun konsep mengenai kepribadian ilahi itu dapat dipahami hanya oleh wawasan rohani dari pengalaman keagamaan pribadi yang asli. Setiap pribadi, manusiawi atau ilahi, bisa dikenal dan dipahami sama sekali terpisah dari reaksi-reaksi eksternal atau kehadiran jasmani dari pribadi tersebut.

      1:6.5 (30.4) Suatu taraf tertentu kesamaan moral dan harmoni rohani sangat diperlukan untuk persahabatan antara dua pribadi; suatu kepribadian yang pengasih akan hampir tidak bisa membuka dirinya terhadap suatu pribadi yang tanpa kasih. Bahkan untuk mendekati pengenalan dari sesosok kepribadian ilahi, semua kemampuan kepribadian manusia itu harus sepenuhnya diabdikan pada upaya itu; pengabdian yang setengah hati atau sebagian saja akan sia-sia.

      1:6.6 (30.5) Makin sepenuhnya manusia mengerti dirinya sendiri dan menghargai nilai-nilai kepribadian sesamanya, makin dia akan rindu untuk mengetahui Kepribadian Asli itu, dan makin sungguh-sungguh manusia yang mengenal-Tuhan itu akan berjuang untuk menjadi seperti Kepribadian Asli itu. Kamu dapat memperdebatkan pendapat-pendapat tentang Tuhan, tetapi pengalaman dengan Dia dan dalam Dia berada di atas dan melampaui semua kontroversi manusia dan logika intelektual semata-mata. Manusia yang mengenal-Tuhan menceritakan pengalaman-pengalaman rohaninya, bukan untuk meyakinkan orang-orang yang tidak percaya, namun untuk manfaat dan kepuasan bersama orang-orang percaya.

      1:6.7 (30.6) Menganggap bahwa alam semesta dapat diketahui, bahwa alam semesta itu dapat dipelajari, adalah menganggap bahwa alam semesta itu dibuat oleh batin dan dikelola oleh kepribadian. Batin manusia hanya dapat merasakan fenomena batin dari batin yang lain, baik itu manusia atau supramanusia. Jika kepribadiannya manusia dapat mengalami alam semesta, ada suatu batin ilahi dan suatu kepribadian nyata yang tersembunyi entah di mana di dalam alam semesta itu.

      1:6.8 (30.7) Tuhan itu roh—kepribadian roh; manusia adalah juga suatu roh—potensi kepribadian roh. Yesus dari Nazaret mencapai realisasi penuh dari potensi kepribadian roh ini dalam pengalaman manusiawi; sebab itu kehidupannya untuk mencapai kehendak Bapa itu menjadi pewahyuan yang paling real dan ideal mengenai kepribadian Tuhan. Bahkan sekalipun kepribadian Bapa Semesta itu dapat dipahami hanya dalam pengalaman keagamaan yang nyata, dalam kehidupan bumi Yesus kita diilhami oleh demonstrasi sempurna tentang realisasi tersebut dan pewahyuan tentang kepribadian Tuhan dalam suatu pengalaman manusia yang sebenarnya.

      1:7.1 (31.1) Ketika Yesus berbicara mengenai “Allah yang hidup,” dia mengacu pada sosok Deitas yang berpribadi—Bapa di surga. Konsep tentang kepribadian Tuhan itu membantu hubungan persahabatan; hal itu mendukung ibadah yang cerdas; hal itu meningkatkan rasa percaya yang menyegarkan hati. Interaksi bisa dilakukan antara hal-hal yang tidak berpribadi, tetapi tidak demikian dengan hubungan persahabatan. Hubungan persahabatan bapa dan anak, seperti antara Tuhan dan manusia, tidak dapat dinikmati kecuali keduanya adalah pribadi-pribadi. Hanya kepribadian-kepribadianlah yang dapat berhubungan erat satu sama lain, meskipun komuni pribadi ini bisa sangat dibantu oleh kehadiran suatu entitas yang justru tak berpribadi seperti Pelaras Pikiran itu.

      1:7.2 (31.2) Manusia tidak mencapai persatuan dengan Tuhan seperti setetes air dapat menemukan persatuan dengan samudra. Manusia mencapai kesatuan ilahi oleh persekutuan rohani timbal-balik yang progresif, oleh pergaulan kepribadian dengan Tuhan yang berpribadi, dengan semakin mencapai kodrat ilahi melalui penyesuaian diri pada kehendak ilahi dengan sepenuh hati dan cerdas. Hubungan yang mendalam tersebut dapat terjadi hanya antara kepribadian.

      1:7.3 (31.3) Konsep tentang kebenaran mungkin dapat dipikirkan terpisah dari kepribadian, konsep keindahan mungkin ada tanpa kepribadian, namun konsep kebaikan ilahi itu dapat dimengerti hanya dalam hubungannya dengan kepribadian. Hanya suatu pribadi yang dapat mengasihi dan dikasihi. Bahkan keindahan dan kebenaran akan terpisah dari harapan keselamatan bila hal-hal tersebut bukan sifat-sifat dari Tuhan yang berpribadi, Bapa yang pengasih.

      1:7.4 (31.4) Kita tidak dapat sepenuhnya mengetahui bagaimana Tuhan dapat menjadi yang perdana, tidak berubah, mahakuasa, dan sempurna, sedangkan pada saat yang sama Dia dikelilingi oleh alam semesta yang selalu berubah dan tampaknya dibatasi oleh hukum, suatu alam semesta ketidak-sempurnaan relatif yang berkembang. Namun kita dapat mengetahui kebenaran seperti itu dalam pengalaman pribadi kita sendiri karena kita semua memelihara identitas kepribadian dan kesatuan kehendak kendatipun diri kita sendiri maupun lingkungan kita terus berubah.

      1:7.5 (31.5) Realitas alam semesta yang paling mendasar tidak dapat dipahami oleh matematika, logika, atau filsafat, tapi hanya oleh pengalaman pribadi dalam kesesuaian progresif pada kehendak ilahi Tuhan yang berpribadi. Ilmu pengetahuan, filsafat, atau pun teologi tidak dapat memvalidasi kepribadian Tuhan. Hanya pengalaman pribadi anak-anak iman dari Bapa surgawi itulah yang dapat menghasilkan kesadaran rohani nyata tentang kepribadian Tuhan.

      1:7.6 (31.6) Konsep-konsep yang lebih tinggi mengenai kepribadian alam semesta menunjukkan adanya: identitas, kesadaran diri, kehendak diri, dan kemungkinan untuk pewahyuan diri. Karakteristik-karakteristik ini lebih jauh mengartikan adanya hubungan persekutuan dengan kepribadian-kepribadian yang lain dan setara, seperti yang ada dalam asosiasi-asosiasi kepribadian para Deitas Firdaus. Dan kesatuan mutlak dari asosiasi-asosiasi ini adalah begitu sempurna sehingga keilahian menjadi dikenal oleh ketidak-terbagian, oleh keesaan. “Tuhan Allah itu Esa.” Ketidak-terbagian kepribadian itu tidak merintangi Tuhan menganugerahkan roh-Nya untuk hidup dalam hati manusia fana. Ketidak-terbagian kepribadian seorang ayah manusiawi itu tidak mencegah reproduksi anak lelaki dan perempuan.

      1:7.7 (31.7) Konsep ketidak-terbagian ini dalam hubungannya dengan konsep kesatuan mengandung arti transendensi ruang maupun waktu oleh Ultimasi Deitas; sebab itu baik ruang maupun waktu tidak dapat menjadi absolut atau tanpa batas. Sumber dan Pusat Pertama adalah ketanpa-batasan itu yang secara tanpa perkecualian melampaui semua batin, semua materi, dan semua roh.

      1:7.8 (31.8) Fakta mengenai Trinitas Firdaus sama sekali tidak melanggar kebenaran tentang kesatuan ilahi.

Скачать книгу