Buku Urantia. Urantia Foundation

Чтение книги онлайн.

Читать онлайн книгу Buku Urantia - Urantia Foundation страница 69

Автор:
Серия:
Издательство:
Buku Urantia - Urantia Foundation

Скачать книгу

tentang Tuhan sebagai hakim-raja, meskipun hal itu memupuk standar moral yang tinggi dan menciptakan bangsa yang menghormati-hukum sebagai suatu kelompok, namun membiarkan orang percaya perorangan dalam suatu posisi ketidak-pastian yang muram mengenai statusnya dalam waktu dan dalam kekekalan. Para nabi Ibrani yang belakangan memproklamirkan Tuhan sebagai Bapa bagi Israel; Yesus mewahyukan Tuhan sebagai Bapa setiap insan manusia. Seluruh konsep manusia fana tentang Tuhan sangat diterangi oleh kehidupan Yesus. Sifat tidak mementingkan diri itu melekat dalam kasih orang tua. Tuhan mengasihi tidak seperti bapa, tetapi sebagai bapa. Dia adalah Bapa Firdaus untuk semua kepribadian alam semesta.

      2:6.5 (41.3) Perbuatan adil dan benar (righteousness) mengandung arti bahwa Tuhan adalah sumber hukum moral alam semesta. Kebenaran (truth) menampilkan Tuhan sebagai pewahyu, sebagai guru. Tetapi kasih memberikan dan mendambakan kasih sayang, mencari persekutuan saling memahami seperti yang ada antara orang tua dan anak. Perbuatan adil dan benar mungkin merupakan pikiran ilahi, tetapi kasih adalah sikapnya bapa. Anggapan keliru bahwa perbuatan adil dan benar Tuhan itu tidak dapat diselaraskan dengan kasih Bapa surgawi yang tidak mementingkan diri, tidak adanya anggapan sebelumnya tentang kesatuan dalam kodrat Deitas dan hal itu membawa langsung ke penyusunan doktrin penebusan, yang adalah suatu serangan filosofis terhadap keesaan maupun kehendak bebas Tuhan.

      2:6.6 (41.4) Bapa surgawi yang penyayang, yang roh-Nya mendiami anak-anak-Nya di bumi, adalah bukan kepribadian yang terbagi—satu yang adil dan satu yang rahmat—tidak pula diperlukan sosok pengantara untuk memperoleh perkenanan atau pengampunan Bapa. Perbuatan adil dan benar ilahi itu tidak dikuasai oleh keadilan pembalasan yang ketat; Tuhan sebagai bapa melampaui Tuhan sebagai hakim.

      2:6.7 (41.5) Tuhan tidak pernah penuh murka, penuh dendam, atau marah. Benarlah bahwa hikmat memang seringkali menahan kasih-Nya, sedangkan keadilan sangat mempengaruhi rahmat-Nya yang ditolak. Kasih-Nya akan perbuatan benar tak pelak lagi ditunjukkan sebagai kebencian yang sama akan dosa. Bapa itu bukan kepribadian yang tidak konsisten; kesatuan ilahi itu sempurna. Dalam Trinitas Firdaus ada kesatuan mutlak walaupun ada identitas-identitas kekal rekan-rekan sederajat-Nya Tuhan.

      2:6.8 (41.6) Tuhan mengasihi orang berdosa dan membenci dosa; pernyataan tersebut benar secara filosofis, tetapi Tuhan adalah suatu kepribadian yang transenden, dan pribadi-pribadi dapat hanya mengasihi dan membenci pribadi yang lain. Dosa itu bukan suatu pribadi. Tuhan mengasihi orang berdosa karena dia adalah suatu realitas kepribadian (yang berpotensi kekal), sedangkan terhadap dosa Tuhan tidak menunjukkan sikap pribadi, karena dosa adalah bukan suatu realitas rohani; dosa itu tidak berpribadi; oleh sebab itu hanyalah keadilan Tuhan yang mengetahui adanya keberadaan dosa. Kasih Tuhan menyelamatkan orang berdosa; hukum Tuhan menghancurkan dosa. Sikap dari kodrat ilahi ini akan tampaknya berubah bila si pendosa itu akhirnya menyamakan dirinya sepenuhnya dengan dosa sama seperti halnya batin manusia yang sama itu mungkin juga sepenuhnya menyamakan dirinya sendiri dengan roh Pelaras yang mendiaminya. Manusia yang menyamakan diri dengan dosa tersebut akan kemudian menjadi sepenuhnya tidak rohani dalam kodratnya (dan oleh sebab itu secara pribadi tidak nyata) dan akan mengalami pemusnahan keberadaan pada akhirnya. Ketidak-nyataan, bahkan ketidak-sempurnaan kodrat makhluk, tidak bisa ada selamanya dalam suatu alam semesta yang semakin nyata dan semakin rohani.

      2:6.9 (42.1) Menghadap ke alam kepribadian, Tuhan ditemukan sebagai pribadi yang mengasihi; menghadap ke alam rohani, Dia adalah kasih yang berpribadi; dalam pengalaman beragama Dia adalah kedua-duanya. Kasih menunjukkan adanya kehendak bebas Tuhan. Kebaikan Tuhan berada di bagian dasar kehendak-bebasan ilahi—kecenderungan menyeluruh untuk mengasihi, menunjukkan rahmat, mewujudkan kesabaran, dan memberikan pengampunan.

      2:7.1 (42.2) Semua pengetahuan terbatas dan pemahaman makhluk itu adalah relatif. Informasi dan berita, yang dikumpulkan dari sumber-sumber tinggi sekalipun, adalah hanya lengkap secara relatif, akurat secara lokal, dan benar secara pribadi.

      2:7.2 (42.3) Fakta-fakta fisik itu hampirseragam, tetapi kebenaran itu adalah suatu faktor yang hidup dan fleksibel dalam filsafat alam semesta. Kepribadian-kepribadian yang berevolusi itu adalah hanya sebagian bijaksana dan relatif benar dalam komunikasi mereka. Mereka dapat menjadi dipercaya hanya sejauh jangkauan pengalaman pribadi mereka. Apa yang tampaknya mungkin sepenuhnya benar di satu tempat mungkin hanya relatif benar dalam bagian ciptaan yang lain.

      2:7.3 (42.4) Kebenaran yang ilahi, kebenaran yang terakhir, adalah seragam dan semesta, tetapi cerita tentang hal-hal yang rohani, seperti yang diceritakan oleh banyak individu yang berasal dari berbagai dunia, mungkin kadang-kadang berbeda-beda dalam rinciannya karena relativitas dalam kesempurnaan pengetahuan ini dan dalam kepenuhan kesempurnaan pengalaman pribadi demikian pula dalam panjang dan taraf dari pengalaman itu. Sedangkan hukum-hukum dan aturan-aturan, pemikiran dan sikap-sikap, dari Sumber dan Pusat Besar Pertama itu secara kekal, tanpa batas, dan menyeluruh adalah benar; pada waktu yang sama, penerapannya pada, dan penyesuaian untuk, setiap alam semesta, sistem, dunia, dan kecerdasan ciptaan, adalah sesuai dengan rencana-rencana dan teknik dari para Putra Pencipta sementara mereka berfungsi dalam alam-alam semesta mereka masing-masing, demikian pula dalam keselarasan dengan rencana-rencana dan prosedur-prosedur lokal dari Roh Tanpa Batas dan dari semua kepribadian selestial terkait lainnya.

      2:7.4 (42.5) Ilmu palsu materialisme akan menghukum manusia fana sehingga menjadi orang buangan dalam alam semesta. Pengetahuan yang parsial tersebut berpotensi jahat; hal itu adalah pengetahuan yang terdiri atas baik dan juga jahat. Kebenaran itu indah karena itu penuh dan juga simetris. Ketika manusia mencari kebenaran, ia mengejar apa yang nyata secara ilahi.

      2:7.5 (42.6) Para filsuf melakukan kesalahan paling parah mereka ketika mereka disesatkan ke dalam kekeliruan abstraksi, praktek untuk memfokuskan perhatian terhadap satu aspek realitas dan kemudian mengumumkan aspek yang dipisahkan sendiri tersebut menjadi kebenaran penuh. Filsuf yang bijaksana akan selalu mencari rancangan kreatif yang ada di belakang, dan yang ada sebelum semua fenomena alam semesta itu. Pikiran pencipta itu selalu mendahului tindakan mencipta.

      2:7.6 (42.7) Kesadaran diri intelektual dapat menemukan keindahan kebenaran, kualitas rohaninya, tidak hanya berdasarkan konsistensi filosofis dari konsep-konsepnya, tetapi lebih pasti dan yakin oleh tanggapan yang tak pernah salah dari Roh Kebenaran yang selalu hadir. Kebahagiaan muncul dari pengenalan kebenaran karena hal itu dapat dilakoni, kebenaran itu dapat dijalankan dalam hidup. Kekecewaan dan dukacita menyertai kekeliruan karena, sebab bukan merupakan realitas, maka hal itu tidak dapat diwujudkan dalam pengalaman. Kebenaran ilahi itu paling baik diketahui oleh aroma rohaninya.

      2:7.7 (42.8) Pencarian kekal adalah untuk penyatuan, untuk koherensi ilahi. Alam semesta fisik yang mahaluas itu menyatu dalam Pulau Firdaus; alam semesta intelektual menyatu dalam Tuhan batin, Pelaku Bersama; alam semesta rohani itu menyatu dalam kepribadian Putra Kekal. Tetapi manusia ruang dan waktu yang terisolir itu menyatu dalam Tuhan sang Bapa melalui hubungan langsung antara Pelaras Pikiran yang mendiami dan Bapa Semesta. Pelarasnya manusia itu adalah suatu pecahan dari Tuhan dan selama-lamanya mengupayakan penyatuan ilahi; Pelaras itu menyatu dengan, dan dalam, Deitas Firdaus dari Sumber dan Pusat Pertama.

      2:7.8 (43.1) Kearifan akan keindahan tertinggi adalah penemuan dan integrasi realitas: Kearifan akan kebaikan ilahi dalam kebenaran kekal, itulah keindahan tertinggi. Bahkan pesona seni manusia terdiri dalam harmoni dari kesatuannya.

      2:7.9 (43.2) Kesalahan besar agama orang Ibrani adalah kegagalannya untuk menghubungkan kebaikan Tuhan dengan kebenaran-kebenaran faktual dari ilmu pengetahuan dan keindahan menawan dari seni. Sementara peradaban berkembang maju, dan karena agama terus mengejar arah tidak bijaksana yang sama dengan terlalu menekankan kebaikan Tuhan terhadap pengecualian relatif kebenaran dan pengabaian keindahan, maka berkembanglah suatu kecenderungan yang makin besar bagi tipe-tipe orang tertentu untuk menolak konsep yang abstrak dan tidak berkaitan mengenai kebaikan yang dipisahkan sendiri itu. Moralitas agama modern yang terlalu ditekankan dan dipisahkan sendiri, yang gagal mempertahankan ketaatan dan kesetiaan banyak orang di abad

Скачать книгу